Rabu, 25 Januari 2012

FROM HER MY FRIENDSHIP BEGIN

FROM HER MY FRIENDSHIP BEGIN
Menginjak 5 tahun usiaku, untuk pertama kalinya ku, adik, dan Mama menginjakkan kaki di Negara yang sangat asing. Atmosfir dingin membuat jari-jari mungilku dan adik menggigil kedinginan. Perbedaan suhu dan bahasa membuat ku semakin penasaran akan keberadaan kami. Hiruk pikuk kota semakin terdengar, lalu lalang kendaraan, dan tanpa menganal seorangpun. Mama selalu berusaha mencari jalan keluar dan melindungi kami, tak jauh dari tempat semula, sayup-sayup kulihat seseorang yang memanggil namaku. Aku dan Mama serentak berkata, “Papa”. Papa menghampiri dan aku merasa nyaman di dekapannya. Tak mau menghabiskan waktu, kami lantas beranjak menuju rumah. Di perjalanan Papa bercerita banyak hal tentang Negara yang sangat asing untukku.
Sesampainya dirumah Papa memperkenalkan aku dengan teman-temannya. Mereka menyambut kehadiran kami dengan ramah, meski ku tak mengerti sepatah katapun yang mereka katakan. Namun sentuhan hangat terasa ketika mereka memberi senyuman manis dan ucapan selamat datang buat kami. Sekejap, pandangan ku terharah melihat gadis mungil dibalik temen-temen Papa, ia tersenyum manis padaku. Ingin sekali ku mendekat dan menghampirinya, namun apa daya ku tak mengerti bahasa yang ia gunakan dan sebaliknya ia.
Hari silih berganti aku dan sekeluarga sangat bahagia dapat berkumpul bersama. Dipangkuan Papa, kami bercerita bersama akan pengalaman, lelucon, canda tawa dan Papa akhiri dengan sebuah lagu berbahasa Jerman. Lantunan lagu itu menyadarkanku bahwa ku berada di Negeri Jerman yang jauh dari kampung halaman.
Seminggu pun telah berlalu, musim dingin dan hamparan butiran putih masih menyelimuti. Dengan rasa penasaran tanpa memberitahu Papa dan Mama, tanpa alas kaki aku membuka pintu. Pada saat yang bersamaan gadis mungil yang ku lihat, berada di rumah sebelah. Dalam hati ku berkata, “gadis itu tetanggaku”? Tanpa kusadari kami berlari bersama untuk mengetahui butiran putih yang menyelimuti. Walaupun bahasa yang kami gunakan berbeda, tak menghambat aku dan gadis mungil untuk saling berkomunikasi. Dengan bahasa isyarat kami tertawa bersama, mencicipi butiran putih, dan serempak kami berkata, “Ice Cream”. Kami tak kuasa menahan tawa akan kegilaan yang kami perbuat. Tak lama kami berdua, tanpa alas kaki menggigil kedinginan dan beranjak pulang. Sebelum pulang, kami pun sepakat untuk bermain bersama lagi. Gadis mungil mengulurkan tangannya dan berkata, “Lina”, aku menjabat tangannya dan berkata, “Gita”. Detik itu jua ku merasakan kehangatan saat berada disampingnya, dan iniliah awal persahabatan ku dengan gadis berdarah biru.
Tak terasa musim demi musim kami lewati bersama, persahabatan kami semakin erat. Ku tak perlu menggunakan bahasa isyarat lagi karena Lina telah mengajariku dan kini ku telah lancar menggunakan bahasa Jerman. Musim panas telah tiba bunga bermekaran disetiap sudut taman. Setiap harinya aku bersama Lina bermain di taman kota. Banyak kegiatan yang kami lakukan berdua, membuat rumah pohon, bermain, dan merangkai bunga-bunga menjadi mahkota, kalung, dan gelang yang indah. Kami bagaikan peri mungil di rumah pohon yang kami huni. Tak jarang kami merangkai bunga sebagai hadiah untuk Mama. Tak lupa kami kunjungi sepetak kebun stroberi, blueberi, dan anggur milik Papa di belakang rumah. Saat musim panen tiba, kami bersiap-siap dari rumah membawa serbet, tikar, gelas, dan syrup. Kami segera bergegas tak mau kehilangan buah-buah segar. Di taman, kami memetik buah dan menggelar tikar berpesta buah berdua, hingga kami tak hiraukan waktu yang beranjak senja.
Banyak kisah yang kami ukir di lembaran putih, Lina bagaikan malaikat kecil yang menjadi panutan ku. Tempat berbagi kebahagian, kesedihan, dan ia pelipur lara ku. Kehadiran Lina membuat hari-hariku bewarna, dan lebih berarti. Karenanya, ku mengenal sebuah pertemanan erat dan sejati yang disebut friendship

.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar